Jumat, 17 Agustus 2012

Dibalik Keberhasilan Olahraga China di Pentas Dunia


Ye Shiwen
Pemenang medali emas Ye Shiwen berlatih sejak usia lima tahun
Dominasi Cina dalam bidang olahraga jelas terlihat dalam pesta olahraga Olimpiade. Sementara media utama menyerukan pujian dan sorakan setiap kali atlet mereka memperoleh medali emas, banyak warga Cina pengguna forum online dan jejaring sosial yang mempertanyakan kelayakan suatu sistem yang terobsesi untuk menghasilkan bintang Olimpiade.
Ketika atlet angkat besi Cina Wu Jingbiao, yang diunggulkan untuk menang dalam kategori 56 kilogram, kalah dari Om Yun Chol dari Korea, Wu terjatuh lunglai di lantai sambil menangis tersedu-sedu susai pertandingan. Dia lalu membungkuk memberikan isyarat permintaan maaf kepada penonton di negerinya.
Yu Dan, yang memenangkan medali perunggu untuk kelas menembak 10 meter wanita, tak dihiraukan oleh puluhan wartawan Cina dalam konferensi pers. Semua pertanyaan ditujukan kepada rekannya yang meraih medali emas, Yi Siling.
Drama seusai pertandingan ini menimbulkan rasa simpati dan kemarahan di kalangan pembaca Cina.
"Apa salahnya dengan medali perak?" merupakan topik hangat di Weibo, semacam Twitter di Cina.
Itu semua juga menggarisbawahi besarnya harapan yang dibebankan kepada para atlet Olimpiade Cina dari bangsa yang gila akan olahraga.

Medali emas


Cina telah menanamkan investasi besar untuk memastikan terus bermunculannya atlet berkualitas Olimpiade melalui sistem yang diciptakannya.
Pentingnya memenangkan medali emas jauh melebihi kepentingan olahraga itu sendiri. Sebagai negara yang perekonomiannya terbesar kedua di dunia, Cina merasa prestasi olahraganya juga harus mencerminkan citra kekuatan itu.
Situs kantor berita resmi Xinhua belum lama ini menurunkan artikel yang berjudul 'Berapa harga sebuah medali emas."
Menurut artikel ini, antara tahun 2000 dan 2004, anggaran tahunan untuk olahraga elit Cina sebesar lima milyar Yuan atau sekitar US$785 juta. Jadi, jumlah anggaran dalam empat tahun itu lebih dari US$3 miliar.
Cina memenangkan 32 medali emas di Olimpiade Atena 2004. Jadi, nilai setiap medali emas adalah 600 juta yuan atau sekitar US$94 juta, yang menurut penulis artikel tersebut, merupakan medali paling mahal di dunia.


Lin Dan lin dan serta anggota tim cina di olimpiade

Sistem latihan

Sistem olahraga yang diterapkan oleh pemerintah Cina ada tiga tingkat. Sekolah olahraga diperuntukkan bagi anak-anak berbakat. Di sini mereka menghabiskan waktu berjam-jam untuk berlatih olahraga seusai pelajaran.
Akademi olahraga adalah tempat latihan seperti asrama bagi mereka yang memiliki potensi menjadi atlet elit. Dan tim olahraga profesional bagi mereka yang sudah menjadi olahragawan.
Sebagian besar dari atlet yang menjuarai Olimpiade melalui sistem ini.
Sekolah Olahraga Chen Jinglun di kota Hangzhou, di bagian selatan Cina, menghasilkan tiga pemenang medali emas dalam Olimpiade di London; yaitu melalui kemenangan Sun Yang dan Ye Shiwen dalam cabang renang.
Karena ketenaran Chen Jinglun, kini para orangtua harus antri untuk memasukkan anak mereka ke sekolah tersebut. Menurut pelatih renang Gao Junhong, dari 100 anak yang mendaftar, hanya 20 atau 30 dipilih; dan setelah setahun berlatih jumlah mereka menurun kurang dari 10 anak. Setelah enam atau tujuh tahun melakukan training paruh-waktu, mereka yang benar-benar berpotensi besar akan masuk ke tingkat provinsi, di mana mereka menjadi perenang profesional.
Di provinsi Zhejiang saja ada 3.000 anak-anak berbakat renang, sehingga memberikan Cina dasar kuat untuk menghasilkan juara Olimpiade di masa mendatang.
Sebagaimana pemenang medali emas dari negara lain, yang bekerja keras dan banyak berkorban untuk mencapai prestasi tertinggi, atlet Cinapun demikian.
Dalam beberapa hal bahkan tantangan atlet Cina lebih besar karena mereka dibesarkan dalam lingkungan yang penuh persaingan, sementara harapan besar sejak kecil telah berada di pundak mereka.
Mereka harus bekerja sekeras-kerasnya dan mengorbankan banyak hal dalam kehidupan. Media Cina bercerita banyak tentang apa yang harus dilalui oleh para atlet tersebut.
Lin Dan, sang juara badminton, masuk sekolah olahraga ketika berusia lima tahun. Dalam autobiografinya dia menyebutkan latihan yang paling sulit dan paling ditakutinya adalah menekan tulang sendi. Pelatih memintanya merentangkan kaki, sementara badan bagian atas tegak dan sang pelatih menekan bahu. "Sakitnya bukan kepalang dan saya sering menangis," katanya


"Sakitnya bukan kepalang dan saya sering menangis,"
Lin Dan

Wu Minxia, pemenang dua medali meas dalam cabang loncat indah, mulai berlatih ketika berumur lima tahun. Pada usia kesepuluh kakinya sudah mengalami luka berdarah lebih dari sepuluh kali.
Chen Yibing, juara gimnastik pria, mulai training ketika berumur lima tahun pada saat anak-anak lain masih dalam gendongan orangtua. "Masa kecil saya habiskan di ruangan redup dengan peralatan senam seperti gelang-gelang dan kuda-kuda," katanya.
Chen Ruolin, pemenang medali emas dalam cabang loncat indah, dalam upaya mengendalikan berat badannya menjelang Olimpiade Beijing yang lalu, dia menghindari makan makanan kecil dan makan malam selama setahun penuh. Menurut laporan, kalau Chen merasa lapar dia akan pergi tidur.
Zhou Lulu, juara angkat besi wanita, berasal dari keluarga petani. Dia mulai berlatih sejak umur 11 tahun, dan berlatih terus sampai mencapai tingkat nasional. Dalam mempersiapkan Olimpiade London, dia tinggal bersama tim nasional dan tidak bertemu dengan orangtuanya selama lebih dari dua tahun.

Kemana kalau pensiun?

Di setiap keberhasilan seorang atlet menjuarai Olimpiade, ada banyak atlet lainnya yang tidak sampai ke puncak karena cedera atau alasan lain; dan harga dari keberhasilan itu terlalu tinggi, menurut banyak pendapat.
Media resmi di Cina menerima pandangan bahwa dengan sistem yang diterapkan pemerintah sekarang, banyak olahragawan yang terpaksa mengorbankan hak mereka untuk memperoleh pendidikan normal.
Akibatnya banyak juara nasional dan internasional yang akhirnya harus menjadi pekerja kasar setelah pensiun dari olahraga karena mereka tidak punya ketrampilan lain.
Ada statistik yang menyebutkan setiap tahun ada 10.000 atlet pensiun dan pemerintah hanya dapat mengakomodasi 10 persen dari mereka, sisanya tak punya jalan keluar yang jelas.
Perdebatan lain di media adalah tentang tujuan dari sistem elit yang diterapkan pemerintah.
Sementara banyak orang terinspirasi oleh keberhasilan Cina dalam Olimpiade, banyak orang di Cina sendiri mengecam sistem yang melahirkan para juara itu, gagal memberi fasilitas kepada orang biasa untuk berolahraga dan memperbaiki kesehatan rakyat secara umum.

Tidak ada komentar: