Senin, 28 Mei 2012

Lin Dan Versus Iie Sumirat


Siapapun yang tahu kondisi bulutangkis dunia sekarang ini pasti sepakat kalau ditanya siapakah tunggal putra paling top sekarang ini.  Tidak usah dengan pertanyaan susulan :  ”Resmi atau tidak resmi?“.
Ya, jawabannya pasti sama, Lin Dan asal China.
Bahkan menurut Taufik Hidayat, sulit untuk menemukan lawan yang mampu mengimbangi Lin Dan saat ini. Smashnya keras dan sulit ditebak arahnya sehingga sangat sulit diantisipasi, dan tidak seperti pemain type menyerang lain, pertahanan dan reaksinya sangat luar biasa.
Sekarang? Benar! Betapapun kita tidak suka, tapi kita harus jujur bahwa tidak ada satupun pemain dunia yang mampu menundukkannya (sekali lagi, sekarang). Kita harus menunggu lahirnya muka baru dengan bakat yang lebih baik atau, kita biarkan saja sampai sang waktumengalahkannya. Sampai dia mengundurkan diri tanpa terkalahkan, seperti ganda putra Korea Park Joo Bong/Kim Moon Soo atau ganda putri China Ge Fei/Gu Jun.
Tapi kalau dia disebut sebagai pemain terbesar sepanjang sejarah bulutangkis?
Ah, nanti dulu!
Mari, saya ajak anda semua berandai-andai. Andai saja semua para jawara bulutangkis itu hidup dijaman yang sama, dan saling berhadapan di suatu Kejuaraan Dunia yang disponsori oleh pabrikan EGP (Emang Gue Pikirin). Siapa kira-kira yang bisa menandingi keperkasaan Lin Dan?
1291514710394465864
Lin Dan (sumber: Google)
Karena ini pengandaian saya (yang bukan pemain, bukan pakar dan bukan ahli analisa), sifatnya subyektif, maka saya, dengan segala hormat harus menganulirkeikutsertaan Tan Joe HokFerry SonnevilleErland Kops (Denmark), Wong Peng Soon dan Eddie Choong (asal Malaya) apalagi Sir George Alan Thomasasal Inggris, karena saya tidak menyaksikan puncak kemampuan beliau-beliau tersebut.
Karena tidak punya pemain tunggal putra yang cukup perkasa menjagoi dunia, marilah kita sisihkan saja Jepang, Korea (Selatan) dan Thailand. India memang punyaPrakash Padukone serta Gopichand Pullela, tapi rasanya tidak akan mampu meladeni berondongan smash dan chop silang punya Lin Dan.
Denmark punya banyak pemain legendaris, Svend Pri, Flemming Delfs, Morten Frost, Poul Erik, tapi semuanya tidak ada yang benar-benar tanpa tandingan.
Malaysia? Li Chong Wei meskipun dahsyat, tapi seperti juga Taufik, juga kesulitan mengimbangi kecepatan sang “Super Dan“. Misbun dan Rashid Sidek? Tidak cukup istimewa untuk disebut bisa menandingi. Kredit khusus mungkin harus diberikan kepada Dato Punch Gunalan. Meskipun masa ‘edar’ pemain ini cukup singkat, tapi pola bermainnya yang cepat, pertahanannya rapat dan gigih mengejar bola, agaknya mampu mengimbangi kecepatan Lin Dan.
Pemain kita? Saya cenderung menilai bahwa generasi Alan Budi KusumaArdy B. WiranataJoko SupriyantoHaryanto Arbi tidak akan mampu menahan permainan cepat yang sempurna serta smash silang pemain China ini. Mungkin justruHendrawan akan mampu, tapi dia tidak punya senjata andalan yang mampu menembus pertahanan Lin Dan yang rapat itu. Juga Lim Swie King meskipun smashnya luarbiasa kencang, tapi seperti pemain type serang lain, King tidak punya pertahanan cukup efektif menahan serangan. Lagian King kelihatan, bahkan di masa jayanya, kesulitan menghadapi pemain China.  Icuk SugiartoMaaf, tapi menahanYang Yang saja tidak mampu. Mulyadi? Mungkin pertandingan akan rame dan ketat, tapi saya tidak yakin Lin Dan bisa dikalahkan.
Sang Maestro kita Rudy Hartono?  Di masa jayanya (1968-1973) saya yakin akan mampu mengatasi. Apalagi dengan sistim nilai yang dipakai dahulu (bukan rally pointseperti sekarang). Smash silang Lin Dan akan menemui tembok pertahanan Rudy yang didukung tarian baletnya untuk mengcover lapangan. Meskipun smashnya beberapa kali tembus, stamina Lin Dan pasti terkuras di sini. Netting tipis Lin Dan akan ketemu netting ekstra tipis Rudy. Lob serang Rudy yang mematahkan pinggang serta chopnya yang dilepaskan mendadak akan membuat Lin Dan pontang panting. Kalau pertandingan harus diselesaikan dengan rubberset, Rudy yang unggul stamina bisa dan pasti menang. Sayangnya pada Kejuaraan Dunia EGP (Emang Gue Pikirin) ini, Rudy tidak ikut (hehehe, cape deh, udah cerita ngotot!).
Jadi, siapa lagi yang mampu?
Ya betul,  ’si anak nakal bin urakan’  yang angin-anginan itu, Iie Sumirat!
1291514930692849404

Iie Sumirat (sumber : Google)
Sehari sebelum final, dalam konferensi pers, yang dihadiri wartawan seluruh dunia, Iie dengan santai berujar “Ah, iraha deui, bebeakan wae lah, sugan da moal paeh di lapangan“. Penterjemah asal Tapanuli yang cuma bisa menterjemahkan bahasa Indonesia ke Inggris,  bengong seperti kena smash!
Malam ini, kedua pemain muncul ke lapangan diiringi standing ovation dari penonton.
Lin Dan dengan gayanya yang flamboyan mengenakan jersey kutung sebatas pangkal lengan (seperti uniform pemain bulutangkis sekarang) berwarna kuning-merah seragam tim China dengan celana hitam. Rambutnya yang dulunya jabrik dan crew-cut, sekarang ditata oleh hair stylist sehingga enak dilihat. Dengan tinggi 1,78m fisik Lin Dan sungguh atletis dan mempesona.
Iie Sumirat? Dengan tinggi badan hanya 1,68 m dengan tampilan sedikit membungkuk, perbandingan fisik mereka mirip Daud vs Goliath. Jerseynya berwarnaorange ngejreng (gak tau kostum dapat dari mana) Rambutnya yang gondrong sebahu, cukup dikat dengan karet gelang, ga rapih pula. Sepatunya yang kanan berwarna merah, yang kiri berwarna kuning. Tunggulah sampai kamera tivi meng-close up,  kuku tangannya yang panjang akan kelihatan dicat berwarna-warni.
Ketika pertandingan dimulai, penampilan Iie yang terkesan seperti “aneh” atau “sekadar cari sensasi” itu hilang seketika. Kedua pemain tampak berhati-hati. Lin Dan tidak terburu-buru mengeluarkan senjata mautnya, dan Iie yang memang tidak punya smash yang kencang, meladeni permainan lambat ini.
1291515209898896258

…senjata milik sang guru (sumber : google)
Iie yang mengembalikan netting Lin Dan dengan netting silang (senjata yang sudah diturunkan kepada muridnya Taufik Hidayat, sehingga Lin Dan mudah saja menduganya) sudah ditunggu Lin Dan di depan net, langsung disambar dengan chop(angka, Lin Dan). Tapi senjata Iie bukan cuma itu. Dropshot Lin Dan ke arah kanan Iie berhasil dikembalikan. Melihat posisi tubuh, pandangan mata dan posisi raket Iie, pengembalian bola pasti akan berupa netting silang kearah kanan depan bidang permainan Lin Dan. Lin Dan segera maju kearah net sambil bersiap melakukan chopkembali.
Ternyata dugaannya salah, bola dikedut oleh Iie, cepat sekali, dan jatuh dibidang kiri belakang Lin Dan (angka, Iie). Iie yang sadar betul akan dahsyatnya smash Lin Dan, berusaha menurunkan bola semaksimal mungkin. Tapi beberapa kali Iie harus mengembalikan pukulan dengan lob tanggung. Pukulan inilah jadi ‘makanan’ Lin Dan,  Iie yang tidak punya pertahanan dan footwork sebagus Rudy, hampir pasti mati langkah. Tapi pukulan kedut Iie juga makin menggila, Lin Dan yang punya pertahanansuper juga akan ‘menari‘ di lapangan mengejar bola Iie.
Lagian, sulit sekali menduga isi-kosongnya pukulan Iie. Diduga akan dikedut ternyata tidak dan sebaliknya. Smash Iie yang mengambang yang diejek oleh Lin Dan sebagai: “Ah, smash cemeeen!” kemudian menemukan bentuk terbaiknya. Smash Iie yang ‘cemen’ itu ternyata membentur net akan jatuh di bidang permainan Lin Dan dengan arah yang sangat ‘liar’, tidak terjangkau.  Kebetulan? Kalau kejadian itu cuma sekali, mungkin saja. Tapi Iie melakukannya berkali-kali.
Siapa yang menang? Silahkan meneruskan sambil berimajinasi sendiri hehehe.
Tapi kalau Iie Sumirat bertanding dalam form terbaiknya seperti yang saya ceritakan di atas, Lin Dan akan pensiun sebagai “Super Dan“.
Masalah yang paling besar adalah Iie tidak selalu tampil prima, dalam satu turnamen bisa-bisa saja dia kalah dengan pemain dengan kualifikasi “yang tidak-tidak“. Penampilannya tidak konstan seperti Rudy, Mulyadi, atau yang lain.
(Iie Sumirat, lahir di Bandung, 15 November 1950,  adalah salah satu tokoh dari “The Indonesian’s Magnificent Seven“: Rudy, King, Iie, Tjuntjun, Johan, Christian dan Ade Chandra. Mereka ditahun 1976-1979 tidak terkalahkan dimanapun, biarpun seluruh dunia bergabung. Iie Sumirat menjadi ‘jawara’ bukan karena permainannya lengkap seperti Rudy, smashnya dahsyat seperti King, pertahanannya yang kokoh seperti Hendrawan atau gigih pantang menyerah seperti Mulyadi. Tetapi karena pukulan kedut (flick)nya. Dalam posisi sulitpun, seperti ketika terjatuh,  pukulan itu bisa keluar, dan justru membuat lawan mati langkah.  Biasanya bolanya tidak terlalu cepat sehingga bisa dinikmati penonton, tapi arahnya yang ‘aneh’ membuat lawan terlambat atau salah bergerak untuk mengantisipasinya.  Meskipun hanya lebih muda setahun dari Rudy dan sudah masuk Tim Thomas Indonesia sejak 1970 sebagai pemain cadangan, perjalanan Iie ke puncak karier boleh dibilang tidak se’mulus’ Rudy. Sifatnya yang angin-anginan dan pemberontak, mirip sekali dengan arah bolanya menjadi penyebabnya.  Diperhitungkan menang, ternyata kalah. Direncanakan sebagai pemain utama, dia kabur dari Pelatnas. Kehadiran pelatih Tahir Jide di Pelatnas ternyata mengubah Iie. Disamping fisik dan staminanya membaik, kecepatan dan kekuatannya bertambah, dan yang paling penting mampu memberikan motivasi baru untuk menjadi yang terbaik.  Gantung raket seusai Piala Thomas 1979, dan menjadi pelatih di klubnya yang kemudian bernama SGS Elektrik. Salah satu anak didiknya adalah Taufik Hidayat, meskipun sang murid tidak menyerap seluruh kemampuan ‘pukulan kedut’ gurunya)
Betul, meskipun ini cuma imajinasi, dan penuh haha hihi, tapi bukannya tidak berdasar. Gaya Lin Dan sekarang ini mirip sekali dengan gaya permainan Hou Jiachang, legenda China 1970an. Keras, kencang, smash silang yang sangat sulit ditebak arahnya dan pertahanan yang apik. Tapi toh Iie Sumirat berhasil menjinakkannya 12-15, 15-8, 18-13 di final Invitasi Dunia Bangkok, Maret 1976 yang diselenggarakan oleh WBF, badan dunia tandingan IBF bentukan RRC.
Tahun 1973 RRC mendaftarkan diri sebagai anggauta IBF. Terkendala oleh hadirnya Taiwan yang lebih dulu menjadi anggota dengan nama resmi “China“, IBF menolaknya.
1291515371475795649

Iie (kiri) di semifinal invitasi itu (sumber : Google)
Setelah itu, mereka melakukan “diplomasi bulutangkis” memperkenalkan kedahsyatan pemainnya. Pemain mereka Hou Jiachang dan Tang Hsien Hu(putra) serta Liang Chiu Hsia dan Chen Yu Niang (putri) menaklukkan seluruh pemain bulutangkis dunia, tanpa pernah kehilangan satu set pun! Awal 1976 dengan dukungan negara anggota IBF asal Asia mereka mendirikan WBF (World Badminton Federation) sebagai tandingan IBF. Maret 1976, WBF menyelenggarakan Invitasi Dunia di Bangkok yang hanya diikuti negara-negaraAsia pendukungnya, serta mengundang Indonesia!
Pertemuan Indonesia-China ini memang sangat ditunggu, terutama karenaIndonesia punya seorang Rudy Hartono yang sudah 7 kali juara All England.  PBSI terlihat ambigu menyikapi tantangan ini, terutama karena waktunya yang bersamaan dengan All England. Tetap menyimpan Rudy, King serta Tjuntjun/Johan Wahyudi dan mengirim ke All England, tapi juga mengutus Iie Sumirat, Dhany Sartika serta ganda Christian/Ade Chandra ke Invitasi ini.
Saat itu Rudy sukses memenangkan All England nya yang ke 8, mengalahkan King di final, tetapi ganda Tjuntjun/Johan kandas di semi final oleh Bengt Froman/Thomas Kihlstroem asal Swedia. Di Bangkok? Si Seniman ‘urakan’ itu menghabisi Tang Hsien Hu di semi final dan menjadi juara setelah menekuk Hou Jiachang (yang sebelumnya tidak pernah kehilangan satu set pun!) di final. Christian/Ade Chandra juga sukses mengalahkan Hou/Tang di final. Hanya Verawaty, meskipun menang atas Chen Yu Niang di semi final, tapi kalah oleh Liang Chiu Hsia di final dengan rubber set
Kapan lagi ya kehebatan Indonesia ini terulang di dunia nyata, tidak sekadar imajinasi saya saja?

Minggu, 20 Mei 2012

Isi UUD SEMENTARA RI


Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia (UUDS 1950), adalah konstitusi yang berlaku di negara Republik Indonesia sejak 17 Agustus 1950 hingga dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Menetapkan : Undang-undang tentang perubahan Konstitusi Sementara Republik Indonesia Serikat mendjadi Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia.
UUDS 1950 ditetapkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1950 tentang Perubahan Konstitusi Sementara Republik Indonesia Serikat menjadi Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia, dalam Sidang Pertama Babak ke-3 Rapat ke-71 DPR RIS tanggal 14 Agustus 1950 di Jakarta.Konstitusi ini dinamakan “sementara”, karena hanya bersifat sementara, menunggu terpilihnya Konstituante hasil pemilihan umum yang akan menyusun konstitusi baru. Pemilihan Umum 1955 berhasil memilih Konstituante secara demokratis, namun Konstituante gagal membentuk konstitusi baru hingga berlarut-larut. Pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, yang antara lain berisi kembali berlakunya UUD 1945.

Isi Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia

MEMUTUSKAN:
 Menetapkan : Undang-undang tentang perubahan Konstitusi Sementara Republik Indonesia Serikat mendjadi Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia.
Pasal I
Konstitusi Sementara Republik Indonesia Serikat diubah mendjadi Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia, sehingga naskahnja berbunji sebagai berikut:
Mukaddimah
Bahwa sesungguhnja kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka pendjadjahan diatas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan peri-keadilan.
Dan perdjoangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat jang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan Rakjat Indonesia kedepan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, jang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Dengan berkat dan rahmat Tuhan tertjapailah tingkatan sedjarah jang berbahagia dan luhur,
Maka demi ini kami menjusun kemerdekaan kami itu dalam suatu piagam Negara jang berbentuk republik-kesatuan, berdasarkan ke-Tuhanan Jang Maha Esa, peri-kemanusiaan, kebangsaan, kerakjatan dan keadilan sosial, untuk mewudjudkan kebahagiaan, kesedjahteraan,. perdamaian dan kemerdekaan dalam masjarakat dan Negara-hukum Indonesia Merdeka jang berdaulat sempurna.
BAB I
Negara Republik Indonesia
BAGIAN I
Bentuk negara dan kedaulatan
Pasal 1
  1. Republik Indonesia jang merdeka dan berdaulat ialah suatu negara-hukum jang demokratis dan berbentuk kesatuan.
  2. Kedaulatan Republik Indonesia adalah ditangan Rakjat dan dilakukan oleh Pemerintah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakjat.
BAGIAN II
Daerah negara
Pasal 2
Republik Indonesia meliputi seluruh daerah Indonesia.
BAGIAN III
Lambang dan bahasa negara
Pasal 3
  1. Bendera kebangsaan Republik Indonesia ialah bendera Sang Merah Putih.
  2. Lagu kebangsaan ialah lagu “Indonesia Raja”.
  3. Meterai dan lambang negara ditetapkan oleh Pemerintah.
Pasal 4
Bahasa resmi Negara Republik Indonesia ialah Bahasa Indonesia.
BAGIAN IV
Kewarga-negaraan dan penduduk negara.
Pasal 5
  1. Kewarga-negaraan Republik Indonesia diatur oleh Undang-undang.
  2. Kewarga-negaraan (naturalisasi) dilakukan oleh atau dengan kuasa undang-undang.
Undang-undang mengatur akibat-akibat kewarganegaraan terhadap isteri orang jang telah diwarga-negarakan dan anak-anaknja jang belum dewasa.
Pasal 6
Penduduk Negara ialah mereka jang diam di Indonesia menurut aturan-aturan jang ditetapkan dengan undang-undang.
BAGIAN V
Hak-hak kebebasan-kebebasan dasar manusia
Pasal 7
  1. Setiap orang diakui sebagai manusia pribadi terhadap undang-undang.
  2. Sekalian orang berhak menuntut perlakuan dan perlindungan jang sama oleh undang-undang.
  3. Sekalian orang berhak menuntut perlindungan jang sama terhadap tiap-tiap pembelakangan dan terhadap tiap-tiap penghasutan untuk melakukan pembelakangan demikian.
  4. Setiap orang berhak mendapat bantuan hukum jang sungguh dari hakim-hakim jang ditentukan untuk itu, melawan perbuatan-perbuatan jang berlawanan dengan hak-hak dasar jang diperkenankan kepadanja menurut hukum.
Pasal 8
Sekalian orang jang ada didaerah Negara sama berhak menuntut perlindungan untuk diri dan harta-bendanja.
Pasal 9
  1.  Setiap orang berhak dengan bebas bergerak dan tinggal dalam perbatasan Negara.
  2.  Setiap orang berhak meninggalkan negeri dan djika ia warga-negara atau penduduk kembali kesitu.
Pasal 10
Tiada seorangpun boleh diperbudak, diperulur atau diperhamba.
Perbudakan, perdagangan budak dan perhambaan dan segala perbuatan berupa apapun jang tudjuannja kepada itu, dilarang.
Pasal 11
Tiada seorang djuapun akan disiksa ataupun diperlakukan atau dihukum setjara ganas, tidak mengenal peri-kemanusiaan atau menghina.
Pasal 12
Tiada seorang djuapun boleh ditangkap atau ditahan, selain atas perintah untuk itu oleh kekuasaan jang sah menurut aturan-aturan undang-undang dalam hal-hal dan menurut tjara jang diterangkan dalamnja. Pasal 13
  1. Setiap orang berhak, dalam persamaan jang sepenuh-nja mendapat perlakuan djudjur dalam perkaranja oleh hakim jang tak memihak, dalam hal menetapkan hak-hak dan, kewadjiban-kewadjibannya dan dalam hal menetapkan apakah suatu tuntutan hukuman jang dimadjukan terhadapnja beralasan atau tidak.
  2. Bertentangan dengan kemauannja tiada seorang djuapun dapat dipisahkan dari pada hakim, jang diberikan kepadanja oleh aturan-aturan hukum jang berlaku.
Pasal 14
  1. Setiap orang jang dituntut karena disangka melakukan sesuatu peristiwa pidana berhak dianggap tak bersalah, sampai dibuktikan kesalahannja dalam suatu sidang pengadilan, menurut aturan-aturan hukum jang berlaku, dan ia dalam sidang itu diberikan segala djaminan jang telah ditentukan dan jang perlu untuk pembelaan.
  2.  Tiada seorang diutjapkan boleh dituntut untuk dihukum atau didjatuhi hukuman, ketjuali karena suatu aturan hukum jang sudah ada dan berlaku terhadapnja.
  3. Apabila ada perubahan dalam aturan hukum seperti tersebut dalam ajat diatas, maka dipakailah ketentuan jang lebih baik sitersangka.
Pasal 15
  1. Tiada suatu pelanggaran atau kedjahatanpun boleh diantjamkan hukuman berupa rampasan semua barang kepunjaan jang bersalah.
  2. Tidak suatu hukumanpun mengakibatkan kematian perdata atau kehilangan segala hak-hak kewargaan.
Pasal 16
  1. Tempat kediaman siapapun tidak boleh diganggu-gugat.
  2.  Mengindjak suatu pekarangan tempat kediaman atau memasuki suatu rumah bertentangan dengan kehendak orang jang mendiaminja, hanja dibolehkan dalam hal-hal jang ditetapkan dalam suatu aturan hukum jang berlaku baginja.
Pasal 17
Kemerdekaan dan rahasia dalam perhubungan surat-menjurat tidak boleh diganggu gugat, selainnja dari atas perintah hakim atau kekuasaan lain jang telah disahkan untuk itu menurut peraturan-peraturan dan undang-undang dalam hal-hal jang diterangkan dalam peraturan itu

Sejarah Taman Siswa


Ki Hadjar dengan murid-murid nya
Nama Pendiri :
Ki Hajar Dewantara
Nama Asli:
Raden Mas Soewardi Soeryaningrat
Lahir:
Yogyakarta, 2 Mei 1889
Wafat:
Yogyakarta, 28 April 1959

Pendidikan:
* Sekolah Dasar di ELS (Sekolah Dasar Belanda)
* STOVIA (Sekolah Dokter Bumiputera) tidak tamat
* Europeesche Akte, Belanda
* Doctor Honoris Causa dari Universitas Gajah Mada pada tahun 1957

Karir:
* Wartawan Sedyotomo, Midden Java, De Express, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer dan Poesara
* Pendiri Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa (Perguruan Nasional Tamansiswa) pada 3 Juli 1922
* Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan yang pertama.

Organisasi:
* Boedi Oetomo 1908
* Pendiri Indische Partij (partai politik pertama yang beraliran nasionalisme Indonesia) 25 Desember 1912

Penghargaan:
Bapak Pendidikan Nasional, hari kelahirannya 2 Mei dijadikan hari Pendidikan Nasional
Pahlawan Pergerakan Nasional (surat keputusan Presiden RI No.305 Tahun 1959, tanggal 28 November 1959)
Panji Tamansiswa
Pendiri Taman Siswa ini adalah Bapak Pendidikan Nasional. Lahir di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889. Hari lahirnya, diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional. Ajarannya yang terkenal ialah tut wuri handayani (di belakang memberi dorongan), ing madya mangun karsa (di tengah menciptakan peluang untuk berprakarsa), ing ngarsa sungtulada (di depan memberi teladan). Ia meninggal dunia di Yogyakarta tanggal 28 April 1959 dan dimakamkan di sana.

Terlahir dengan nama Raden Mas Soewardi Soeryaningrat. Ia berasal dari lingkungan keluarga kraton Yogyakarta. Raden Mas Soewardi Soeryaningrat, saat genap berusia 40 tahun menurut hitungan Tahun Caka, berganti nama menjadi Ki Hadjar Dewantara. Semenjak saat itu, ia tidak lagi menggunakan gelar kebangsawanan di depan namanya. Hal ini dimaksudkan supaya ia dapat bebas dekat dengan rakyat, baik secara fisik maupun hatinya.

Perjalanan hidupnya benar-benar diwarnai perjuangan dan pengabdian demi kepentingan bangsanya. Ia menamatkan Sekolah Dasar di ELS (Sekolah Dasar Belanda) Kemudian sempat melanjut ke STOVIA (Sekolah Dokter Bumiputera), tapi tidak sampai tamat karena sakit. Kemudian ia bekerja sebagai wartawan di beberapa surat kabar antara lain Sedyotomo, Midden Java, De Express, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer dan Poesara. Pada masanya, ia tergolong penulis handal. Tulisan-tulisannya sangat komunikatif, tajam dan patriotik sehingga mampu membangkitkan semangat antikolonial bagi pembacanya.

Selain ulet sebagai seorang wartawan muda, ia juga aktif dalam organisasi sosial dan politik. Pada tahun 1908, ia aktif di seksi propaganda Boedi Oetomo untuk mensosialisasikan dan menggugah kesadaran masyarakat Indonesia pada waktu itu mengenai pentingnya persatuan dan kesatuan dalam berbangsa dan bernegara.

Kemudian, bersama Douwes Dekker (Dr. Danudirdja Setyabudhi) dan dr. Cipto Mangoenkoesoemo, ia mendirikan Indische Partij (partai politik pertama yang beraliran nasionalisme Indonesia) pada tanggal 25 Desember 1912 yang bertujuan mencapai Indonesia merdeka.

Mereka berusaha mendaftarkan organisasi ini untuk memperoleh status badan hukum pada pemerintah kolonial Belanda. Tetapi pemerintah kolonial Belanda melalui Gubernur Jendral Idenburg berusaha menghalangi kehadiran partai ini dengan menolak pendaftaran itu pada tanggal 11 Maret 1913. Alasan penolakannya adalah karena organisasi ini dianggap dapat membangkitkan rasa nasionalisme rakyat dan menggerakan kesatuan untuk menentang pemerintah kolonial Belanda.

Kemudian setelah ditolaknya pendaftaran status badan hukum Indische Partij ia pun ikut membentuk Komite Bumipoetra pada November 1913. Komite itu sekaligus sebagai komite tandingan dari Komite Perayaan Seratus Tahun Kemerdekaan Bangsa Belanda. Komite Boemipoetra itu melancarkan kritik terhadap Pemerintah Belanda yang bermaksud merayakan seratus tahun bebasnya negeri Belanda dari penjajahan Prancis dengan menarik uang dari rakyat jajahannya untuk membiayai pesta perayaan tersebut.

Sehubungan dengan rencana perayaan itu, ia pun mengkritik lewat tulisan berjudul Als Ik Eens Nederlander Was (Seandainya Aku Seorang Belanda) dan Een voor Allen maar Ook Allen voor Een (Satu untuk Semua, tetapi Semua untuk Satu Juga). Tulisan Seandainya Aku Seorang Belanda yang dimuat dalam surat kabar de Expres milik dr. Douwes Dekker itu antara lain berbunyi:

"Sekiranya aku seorang Belanda, aku tidak akan menyelenggarakan pesta-pesta kemerdekaan di negeri yang kita sendiri telah merampas kemerdekaannya. Sejajar dengan jalan pikiran itu, bukan saja tidak adil, tetapi juga tidak pantas untuk menyuruh si inlander memberikan sumbangan untuk dana perayaan itu.

Pikiran untuk menyelenggarakan perayaan itu saja sudah menghina mereka dan sekarang kita garuk pula kantongnya. Ayo teruskan penghinaan lahir dan batin itu! Kalau aku seorang Belanda. Apa yang menyinggung perasaanku dan kawan-kawan sebangsaku terutama ialah kenyataan bahwa bangsa inlander diharuskan ikut mengongkosi suatu pekerjaan yang ia sendiri tidak ada kepentingannya sedikitpun".

Akibat karangannya itu, pemerintah kolonial Belanda melalui Gubernur Jendral Idenburg menjatuhkan hukuman tanpa proses pengadilan, berupa hukuman internering (hukum buang) yaitu sebuah hukuman dengan menunjuk sebuah tempat tinggal yang boleh bagi seseorang untuk bertempat tinggal. Ia pun dihukum buang ke Pulau Bangka.

Douwes Dekker dan Cipto Mangoenkoesoemo merasakan rekan seperjuangan diperlakukan tidak adil. Mereka pun menerbitkan tulisan yang bernada membela Soewardi. Tetapi pihak Belanda menganggap tulisan itu menghasut rakyat untuk memusuhi dan memberontak pada pemerinah kolonial. Akibatnya keduanya juga terkena hukuman internering. Douwes Dekker dibuang di Kupang dan Cipto Mangoenkoesoemo dibuang ke pulau Banda.

Namun mereka menghendaki dibuang ke Negeri Belanda karena di sana mereka bisa memperlajari banyak hal dari pada didaerah terpencil. Akhirnya mereka diijinkan ke Negeri Belanda sejak Agustus 1913 sebagai bagian dari pelaksanaan hukuman.

Kesempatan itu dipergunakan untuk mendalami masalah pendidikan dan pengajaran, sehingga Raden Mas Soewardi Soeryaningrat berhasil memperoleh Europeesche Akte.
Kemudian ia kembali ke tanah air di tahun 1918. Di tanah air ia mencurahkan perhatian di bidang pendidikan sebagai bagian dari alat perjuangan meraih kemerdekaan.

Setelah pulang dari pengasingan, bersama rekan-rekan seperjuangannya, ia pun mendirikan sebuah perguruan yang bercorak nasional, Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa (Perguruan Nasional Tamansiswa) pada 3 Juli 1922. Perguruan ini sangat menekankan pendidikan rasa kebangsaan kepada peserta didik agar mereka mencintai bangsa dan tanah air dan berjuang untuk memperoleh kemerdekaan.

Tidak sedikit rintangan yang dihadapi dalam membina Taman Siswa. Pemerintah kolonial Belanda berupaya merintanginya dengan mengeluarkan Ordonansi Sekolah Liar pada 1 Oktober 1932. Tetapi dengan kegigihan memperjuangkan haknya, sehingga ordonansi itu kemudian dicabut.

Di tengah keseriusannya mencurahkan perhatian dalam dunia pendidikan di Tamansiswa, ia juga tetap rajin menulis. Namun tema tulisannya beralih dari nuansa politik ke pendidikan dan kebudayaan berwawasan kebangsaan. Tulisannya berjumlah ratusan buah. Melalui tulisan-tulisan itulah dia berhasil meletakkan dasar-dasar pendidikan nasional bagi bangsa Indonesia.

Sementara itu, pada zaman Pendudukan Jepang, kegiatan di bidang politik dan pendidikan tetap dilanjutkan. Waktu Pemerintah Jepang membentuk Pusat Tenaga Rakyat (Putera) dalam tahun 1943, Ki Hajar duduk sebagai salah seorang pimpinan di samping Ir. Soekarno, Drs. Muhammad Hatta dan K.H. Mas Mansur.

Setelah zaman kemedekaan, Ki hajar Dewantara pernah menjabat sebagai Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan yang pertama. Nama Ki Hadjar Dewantara bukan saja diabadikan sebagai seorang tokoh dan pahlawan pendidikan (bapak Pendidikan Nasional) yang tanggal kelahirannya 2 Mei dijadikan hari Pendidikan Nasional, tetapi juga ditetapkan sebagai Pahlawan Pergerakan Nasional melalui surat keputusan Presiden RI No.305 Tahun 1959, tanggal 28 November 1959. Penghargaan lain yang diterimanya adalah gelar Doctor Honoris Causa dari Universitas Gajah Mada pada tahun 1957.

Dua tahun setelah mendapat gelar Doctor Honoris Causa itu, ia meninggal dunia pada tanggal 28 April 1959 di Yogyakarta dan dimakamkan di sana.

Kemudian oleh pihak penerus perguruan Taman Siswa, didirikan Museum Dewantara Kirti Griya, Yogyakarta, untuk melestarikan nilai-nilai semangat perjuangan Ki Hadjar Dewantara. Dalam museum ini terdapat benda-benda atau karya-karya Ki Hadjar sebagai pendiri Tamansiswa dan kiprahnya dalam kehidupan berbangsa. Koleksi museum yang berupa karya tulis atau konsep dan risalah-risalah penting serta data surat-menyurat semasa hidup Ki Hadjar sebagai jurnalis, pendidik, budayawan dan sebagai seorang seniman telah direkam dalam mikrofilm dan dilaminasi atas bantuan Badan Arsip Nasional.

Bangsa ini perlu mewarisi buah pemikirannya tentang tujuan pendidikan yaitu memajukan bangsa secara keseluruhan tanpa membeda-bedakan agama, etnis, suku, budaya, adat, kebiasaan, status ekonomi, status sosial, dan sebagainya, serta harus didasarkan kepada nilai-nilai kemerdekaan yang asasi.
Konsep Pendidikan Tamansiswa :
Tamansiswa adalah badan perjuangan kebudayaan dan pembangunan masyarakat yang menggunakan pendidikan dalam arti luas untuk mencapai cita-citanya. Bagi Tamansiswa, pendidikan bukanlah tujuan tetapi media untuk mencapai tujuan perjuangan, yaitu mewujudkan manusia Indonesia yang merdeka lahir dan batinnya. Merdeka lahiriah artinya tidak dijajah secara fisik, ekonomi, politik, dsb; sedangkan merdeka secara batiniah adalah mampu mengendalikan keadaan.

Tamansiswa anti intelektualisme; artinya siapa pun tidak boleh hanya mengagungkan kecerdasan dengan mengabaikan faktor-faktor lainnya. Tamansiswa mengajarkan azas keseimbangan (balancing), yaitu antara intelektualitas di satu sisi dan personalitas di sisi yang lain. Maksudnya agar setiap anak didik itu berkembang kecerdasan dan kepribadiannya secara seimbang.

Tujuan pendidikan Tamansiswa adalah membangun anak didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, merdeka lahir batin, luhur akal budinya, cerdas dan berketerampilan, serta sehat jasmani dan rohaninya untuk menjadi anggota masyarakat yang mandiri dan bertanggung jawab atas kesejahteraan bangsa, tanah air, serta manusia pada umumnya. Meskipun dengan susunan kalimat yang berbeda namun tujuan pendidikan Tamansiswa ini sejalan dengan tujuan pendidikan nasional.

Kalau di Barat ada “Teori Domein” yang diciptakan oleh Benjamin S. Bloom yang terdiri dari kognitif, afektif dan psikomotorik maka di Tamansiswa ada “Konsep Tringa” yang terdiri dari ngerti (mengeta-hui), ngrasa (memahami) dan nglakoni (melakukan). Maknanya ialah, tujuan belajar itu pada dasarnya ialah meningkatkan pengetahuan anak didik tentang apa yang dipelajarinya, mengasah rasa untuk meningkat-kan pemahaman tentang apa yang diketahuinya, serta meningkatkan kemampuan untuk melaksanakan apa yang dipelajarinya.

Pendidikan Tamansiswa dilaksanakan berdasar Sistem Among, yaitu suatu sistem pendidikan yang berjiwa kekeluargaan dan bersendikan kodrat alam dan kemerdekaan. Dalam sistem ini setiap pendidik harus meluangkan waktu sebanyak 24 jam setiap harinya untuk memberikan pelayanan kepada anak didik sebagaimana orang tua yang memberikan pelayanan kepada anaknya.

Sistem Among tersebut berdasarkan cara berlakunya disebut Sistem Tutwuri Handayani. Dalam sistem ini orientasi pendidikan adalah pada anak didik, yang dalam terminologi baru disebut student centered. Di dalam sistem ini pelaksanaan pendidikan lebih didasarkan pada minat dan potensi apa yang perlu dikembangkan pada anak didik, bukan pada minat dan kemampuan apa yang dimiliki oleh pendidik. Apabila minat anak didik ternyata akan ke luar “rel” atau pengembangan potensi anak didik di jalan yang salah maka pendidik berhak untuk meluruskannya.

Untuk mencapai tujuan pendidikannya, Tamansiswa menyelanggarakan kerja sama yang selaras antartiga pusat pendidikan yaitu lingkungan keluarga, lingkungan perguruan, dan lingkungan masyarakat. Pusat pendidikan yang satu dengan yang lain hendaknya saling berkoordinasi dan saling mengisi kekurangan yang ada. Penerapan sistem pendidikan seperti ini yang dinamakan Sistem Trisentra Pendidikan atau Sistem Tripusat Pendidikan.

Pendidikan Tamansiswa berciri khas Pancadarma, yaitu Kodrat Alam (memperhatikan sunatullah), Kebudayaan (menerapkan teori Trikon), Kemerdekaan (memperhatikan potensi dan minat maing-masing indi-vidu dan kelompok), Kebangsaan (berorientasi pada keutuhan bangsa dengan berbagai ragam suku), dan Kemanusiaan (menjunjung harkat dan martabat setiap orang).

Visi & Misi

A. Visi
Visi persatuan Taman Siswa dan cabang-cabangnya adalah sebagian badan Perjuangan Kebudayaan dan Pembangunan masyarakat serta penyelenggaraan pendidikan dalam arti luas dalam bentuk perguruan.

B. Misi :
1. Melestarikan dan mengembangkan kebudayaan nasional Indonesia .
2. Mewujudkan masyarakat tertib damai salam dan bahagia sesuai masyarakat merdeka, berdaulat, bersatu, adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
3. Mencerdaskan kehidupan bangsa dengan mempertajam daya cipta, rasa dan karsa manusia.

C. Usahanya :
1. Dalam rangka melestarikan dan mengembangkan kebudayaan nasional Indonesia , cabang-cabang dapat bekerja sama dengan Dinas Kebudayaan Propinsi dan Kabupaten / Kota membuka sanggar-sanggar budaya atau seminar-seminar tentang kebudayaan.
2. Dalam rangka mewujudkan masyarakat tertib damai, salam dan bahagia cabang-cabang dapat bekerja sama dengan Dinas Sosial Propinsi / Kabupaten / Kota dan lembaga social tingkat Propinsi / Kabupaten / Kota dalam rangka memerangi kemiskinan, keterbelakangan, dan penyakit-penyakit masyarakat.
3. Dalam rangka menyelenggarakan pendidikan dalam arti luas (pendidikan jalur formal, informal, dan non formal) dalam bentuk perguruan, Cabang-cabang dapat bekerja sama dengan Dinas Pendidikan Propinsi Kabupaten / Kota dalam rangka mengentaskan kebodohan, memeratakan kualitas pendidikan.

Cabang-cabang dapat menyelenggarakan :
1. Pendidikan jalur formal dari T. Indria sampai dengan Perguruan Tinggi baik umum maupun kejuruan.
2. Pendidikan jalur informal berupa nasehat, petuah, dan keteladanan hidup tertib damai salam dan bahagia terhadap siswa, orang tua siswa, dan masyarakat umum.
3. Pendidikan jalur nonformal berupa : sarasehan, seminar, ceramah-ceramah tentang pendidikan Anak Usia Dini (PAUD / Kelompok Belajar), menyelenggarakan Paket A,B,C Pemberantasan aksara kursus, kursus, dsb.

Sejarah Universitas Islam As-Syafiiyah


Universitas Islam As-Syafi'iyah (UIA), merupakan mata rantai dari perintisan dan kepedulian KH. Abdullah Syafi'ie terhadap pendidikan Islam dan pengembangan kualitas ummat. Universitas Islam As-Syafi'iyah adalah perkembangan dari Akademi Pendidikan Islam (AKPI) As-Syafi'iyah yang didirikan pada tanggal 14 Nopember 1965, dan pada tanggal 12 Maret 1969 AKPI tersebut ditingkatkan menjadi Universitas.
Perintisan dan kepedulian itu dimulai sejak tahun 1928 di mana pada usia 18 tahun, Abdullah Syafi'ie muda mulai membuka madrasah dengan modal sebidang tanah dari ayahandanya. Madrasah itu berkembang dengan nama "Al-Islamiyah" menjadi "Perguruan As-Syafi'iyah".
Perguruan As-Syafi'iyah berkembang dan mendapat tempat di hati ummat karena berhasil memadukan antara bentuk tradisi kependidikan Islam yang konvensional dan pendidikan formal dengan standard sekolah pemerintah sampai kepada tingkat menengah. Oleh keberhasilan itu kemudian K.H. Abdullah Syafi'ie merasa tertuntut untuk memikirkan dan mewujudkan pengembangan pendidikan formal pada jenjang yang lebih tinggi.
Keberadaan AKPI As-Syafi'iyah pada awalnya didorong oleh dua hal. Pertama, hasrat untuk meningkatkan kualifikasi ilmiah para guru agama lulusan madrasah dan pesantren. Kedua, hasrat untuk mendidik cendekiawan agama yang memiliki integritas ilmiah dalam disiplin ilmu yang dipilihnya. Untuk mewujudkan hasrat itu K.H. Abdullah Syafi'ie mengumpulkan kawan-kawannya yang dinilai mampu mendukung terwujudnya Perguruan Tinggi yang akhirnya melahirkan kesepakatan mendirikan Yayasan Pendidikan Islam As-Syafi'iyah yang diharapkan akan mengelola Perguruan Tinggi tersebut.
Semula AKPI As-Syafi'iyah akan diresmikan pada tanggal 1 Oktober 1965 dengan Kuliah Perdana oleh Jenderal Dr. H. Abdul Haris Nasution. Namun, Jenderal A.H. Nasution cedera dalam peristiwa G.30 S/PKI. Maka kuliah perdana tidak dapat berlangsung. Akhirnya kuliah perdana diganti oleh Dr. Muhammad Hatta, salah seorang Proklamator Negara Republik Indonesia, yang dilaksanakan setelah salat Jumat di Masjid Al-Barkah dalam kompleks As-Syafi'iyah, pada tanggal 14 Nopember 1965.
Dalam perkembangannya, perkuliahan AKPI banyak terganggu oleh aktivitas mahasiswa berdemonstrasi. Namun demikian eksistensi AKPI yang baru lahir itu dapat dipertahankan dan dijaga. Para dosen yang terlibat dalam perkuliahan antara lain K.H. Abdullah Syafi’ie, H. Abdullah Salim, K.H. Ali Assegaf, Syekh As-Sumbati Al-Mishri (Dosen Al-Azhar University yang diperbantukan), Drs. Abdul Salam Djaelani dan Drs. Nurulhuda yang bertindak sebagai pengelola.
Mahasiswa pertama yang terdaftar sebanyak 260 orang. Sebagian besar terdiri dari guru-guru agama dan pemuda-pemuda Islam lulusan madrasah dan pesantren yang tidak mempunyai ijazah formal.
Pada tanggal 12 Maret 1968 didirikan Radio Dakwah yang bernama Radio AKPI As-Syafi’iyah (kini bernama Radio As-Syafi’iyah), yang kegiatannya banyak diisi oleh mahasiswa. Radio ini selain berfungsi sebagai media latihan bagi Mahasiswa, dalam meningkatkan ketrampilan dakwah, juga untuk mengumandangkan semangat perjuangan menegakkan keadilan kebenaran.
Selanjutnya, pasang surut perkembangan UIA dapat digambarkan sebagai berikut :
1. Periode Pembentukan (1965 - 1977)
Bersamaan dengan ulang tahun Radio Dakwah ke II, 12 Maret 1969 AKPI ditingkatkan menjadi Universitas Islam As-Syafi'iyah (UIA) dengan membuka Fakultas Adab, Fakultas Perdagangan, Fakultas Dakwah dan Fakultas Tarbiyah. Dengan peningkatan tersebut, Yayasan Pendidikan Islam As-Syafi’iyah mengorganisir diri dan menentukan susunan Pimpinan Universitas sebagai berikut : Rektor : Prof. Osman Ralliby Dekan Fakultas Dakwah : Drs. Nurulhuda Dekan Fakultas Adab : K.H. Agus Tjik Dekan Fakultas Tarbiyah : Drs. Nurulhuda
Masa ini UIA dikelola dengan perencanaan yang sederhana sesuai prinsip anutan K.H. Abdullah Syafi'ie yang terkenal dengan "Alaqodril-maunah ta'til maunah" sekedar keperluan, datang pertolongan. Kesederhanaan perencanaan itu, baik dalam hal alat-alat kelengkapan yang diperlukan, perangkat peraturan dan pendukung kegiatan pengelolaannya, sempat mengakibatkan aktivitas akademis UIA mengalami krisis demi krisis karena pimpinan definitif yang dibentuk tidak pernah aktif. Selain itu juga disebabkan prasarana penunjang UIA belum disiapkan secara tersendiri, melainkan menjadi satu dengan aktivitas perguruan pada umumnya.
Pada periode ini bahkan sempat mengalami kefakuman yang berkepanjangan dan boleh dikatakan hanya Fakultas Dakwah yang masih punya aktivitas-aktivitas yaitu menampung lulusan yang berasal dari madrasah, pesantren, SMTA dan para karyawan (terutama guru dan karyawan Perguruan As-Syafi'iyah) dengan menggunakan gedung SMA As-Syafi'iyah di Bukit Duri. tersebut. Yayasan Pendidikan Islam As-Syafi'iyah tidak aktif lagi, sementara itu sudah pula lahir Yayasan Perguruan As- Syafi'iyah dengan pengurusnya K.H. Abdullah Syafi'ie, H. Tutty Alawiyah AS, H. Abdul Rasyid AS, Drs. Nurulhuda, H.M.Djaelani dan H. Zulfahmi Marjohan dan lain-lainnya yang membawahi lembaga-lembaga As-Syafi'iyah.
2. Periode Pencarian Jatidiri (1977-1981)
Pada tahun 1977 Universitas Islam As-Syafi'iyah melakukan reorganisasi dan menentukan pimpinan sebagai berikut :
Rektor : Prof. Osman Ralliby Purek I : Drs. Nurulhuda Purek II : Drs. Mudzakir Ilham Purek III : Drs. M.H. Alidin Sekretaris Universitas : Drs. Suwardi
Antara tahun 1979 sampai tahun 1980, ada tiga peristiwa penting dalam perkembangan Pendidikan Tinggi di As-Syafi'iyah, di luar Universitas Islam As-Syafi'iyah.
Pertama, pada tahun 1979, As-Syafi'iyah melakukan kerjasama dengan LP3ES (Lembaga Penelitian Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial), LBW (Lembaga Bumi Wiraswasta), LSP (Lembaga Studi Pembangunan) dan PPA (Pusat Pengembangan Agribisnis) untuk mendirikan Sekolah Tinggi Wiraswasta (STW).
Para pengurus STW terdiri dari Utomo Dananjaya, Listianto, SE, Drs. Mansour Fakih, Nurhalim Chotib,SE, serta Mundhir Adisaputro. Badan kerjasama ini mendapat bantuan dana dari pengusaha nasional H. Probosutedjo selama satu tahun. Setelah itu, kelangsungan STW ditunjang oleh dana pribadi Dra. H. Tutty Alawiyah AS, yang oleh K.H. Abdullah Syafi'ie selalu diajak bertanggung jawab dalam pembangunan dan pengembangan As- Syafi'iyah.
Sebagai suatu proyek rintisan, STW menyusun kurikulum praktis dengan prinsip partisipatori, belajar dari pengalaman. Rencana pendidikan disiapkan hanya untuk tiga tahun atau enam semester. Pada enam semester tersebut para mahasiswa diharapkan mampu berpraktek sebagai wiraswastaan. STW memperkenalkan latihan-latihan yang merupakan modifikasi dari Achievement Motivation Training (AMT). Kegiatan mahasiswa terbagi dua, latihan dalam ruangan dan latihan lapangan. Tatap muka atau kuliah hanya 20% saja.
Selanjutnya, pada tahun 1981 Sekolah Tinggi Wiraswasta memperbaharui pengurusnya sebagai berikut :
Direktur : Utomo Dananjaya Pembantu Direktur I : Drs. Mansour Fakih Pembantu Direktur II : Roem Topatimasang Pembantu Direktur III : Jimly Asshiddiqie, SH
Kedua, pada tahun 1979 PerguruanAs-Syafi'iyah bekerjasama dengan Badan Kerjasama Pondok Pesantren (BKSPP) merintis Pesantren Tinggi atau Ma'had Aly Darul Arqam, dan dipimpin oleh H. Murtadho Ahmad. Meskipun untuk membina Ma'had 'Aly Darul Arqam telah didirikan Yayasan Pembina, tetapi dalam prakteknya yayasan tersebut menyerahkan seluruh fungsi pembinaan kepada Yayasan Perguruan As-Syafi'iyah.
Kampus STW dan Darul Arqam adalah di kompleks Pesantren Putra As-Syafi'iyah Jatiwaringin. Mahasiswa diasramakan dan dosen memperoleh perumahan. Pada awalnya STW maupun Ma'had 'Aly merupakan perwujudan dari idealisme pendidikan tinggi pada masing-masing disiplin yaitu pendidikan dan siap mandiri, dengan pengetahuan dan ketrampilan terapan. Namun, karena kesulitan dana dan masalah lain, maka pengelola menyerahkan keputusan kelanjutan STW kepada pimpinan Yayasan Perguruan As-Syafi'iyah. Ternyata K.H. Abdullah Syafi'ie tidak ingin surut dari cita-cita proyek tersebut, dan bersedia melanjutkan dan mengambil tanggung jawab untuk melanjutkannya, seraya meminta puterinya Dra. H. Tutty Alawiyah AS bertanggung jawab untuk melanjutkannya.
Ketiga, pada tahun 1980 ada inisiatif untuk secara swadaya membuka program perkuliahan kelas jauh, yang dinamakan Fakultas Dakwah (Kelas Jauh) di Jatiwaringin. Program perkuliahan ini dipimpin oleh Drs. Achmad Mubarok. Bersama itu pula telah sangat merosot kondisinya, sehingga pengelola memutuskan untuk membubarkan dan menyerahkan kepada K.H. Abdullah Syafi'ie.
Pada kondisi yang seperti ini, K.H. Abdullah Syafi'ie memberikan amanah kepada H. Tutty Alawiyah AS, untuk menyelamatkan UIA dan menggabungkan dengan dua lembaga pendidikan tingggi yang juga karena sulit dalam perkembangannya telah pula diserahkan, yaitu STW dan Ma'had Aly Darul Arqam. Maka H. Tutty Alawiyah mengambil prakarsa untuk mempertemukan ketiga badan itu dan dibentuklah Dewan Presidium dengan diketuai oleh Dra. H. Tutty Alawiyah AS dan anggotanya terdiri dari ketiga badan tersebut.
Susunan Dewan Presidium adalah sebagai berikut : Ketua : Dra. H. Tutty Alawiyah AS Anggota : Drs. Nurulhuda
   : H. Muratdo Ahmad
        : Jimly Asshiddiqie, SH
Untuk menghargai dosen-dosen yang selama ini ikut membantu keberadaan UIA ini, Ketua Presidium mengadakan acara perpisahan dan kepada para dosen diberi sedikit pesangon serta penghargaan sambil diharapkan bisa membantu apabila UIA bisa diwujudkan di masa depan dan memerlukan tenaga mereka.
3. Periode Perubahan dan Pengembangan UIA
Pada tahun 1979 K.H. Abdullah Syafi'ie membangun Kampus UIA di Jatiwaringin, di atas tanah seluas 1,3 Ha yang tanggung jawabnya diserahkan kepada Ketua Presidium. Selanjutnya ketua Presidium memulai tanggung jawabnya dengan melakukan pendekatan- pendekatan kepada pihak-pihak yang dapat membuka dan memberikan inspirasi untuk mewujudkan sebuah universitas besar (UIA) dan punya perspektif ke masa depan.
Pada masa-masa tersebut sampai akhir 1982 bersamaan dengan telah dapat dimanfaatkan sebagian bangunan kampus untuk perkuliahan, maka Ketua Presidium dengan dukungan nyata para sarjana dan cendikiawan membentuk tim pelahiran Fakultas- Fakultas yaitu :
Mereka terdiri dari : a. Tim Fakultas Hukum b. Tim Fakultas Ekonomi c. Tim Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (KIP) d. Tim Fakultas Teknik e. Tim Fakultas Matematika dan IlmuPengetahuan Alam (MIPA)
Kelima kelompok ini menyelenggarakan rapat-rapat penjajakan dan persiapan pembaharuan Fakultas yang relevan dengan disiplin Ilmu mereka. Sejak Maret s/d bulan Juli 1983, berbagai pertemuan dilakukan untuk menemukan inovasi baru bagi pengembangan UIA, maka lahirlah Fakultas-Fakultas baru dengan manajemen baru Universitas Islam AS-Syafi'iyah (UIA). Kelima Fakultas baru itu adalah Fakultas Hukum, Fakultas Ekonomi, Fakultas Teknik, Fakultas KIP dan Fakultas MIPA, berafiliasi dengan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, di bawah koordinasi Kopertis Wilayah III DKI Jakarta. Kelima Fakultas ini bergabung dengan lembaga yang sudah ada, yaitu Fakultas Ushuluddin yang berstatus Terdaftar, Sekolah Tinggi Wiraswasta yang punya status Izin Operasional. Dan Ma'had Aly Darul Arqam dalam satu kelembagaan Universitas Islam As-Syafi'iyah.
Dalam menyongsong Tahun Akademik 1983/1984 selanjutnya Ketua Dewan Presidium mengadakan reorganisasi total kepemimpinan UIA sekaligus melengkapinya dengan Dewan Kurator dan Badan Pembina :
Pimpinan Universitas terdiri dari :
1. Rektor : Drs. Nurulhuda 2. Sekretaris : Dra. H. Tutty Alawiyah AS 3. Purek I : Dr. Ir. Amin Aziz 4. Purek II : Utomo Danunjaya 5. Purek III : Drs. Mudakhir Ilham
Pada tahun 1984 UIA memperhatikan usulan Drs. Adang Iskandar, H. Maming dan Ny. Aflah DB dari Pusdiklat Departemen Kesehatan RI yang akhirnya membuka Akademi Perawatan (Akper) di jajaran Universitas Islam As-Syafi'iyah.
Setelah pembaharuan UIA berjalan satu tahun ada ketentuan dari pemerintah tentang keharusan mempunyai Yayasan Pembina tersendiri bagi setiap Perguruan Tinggi, maka K.H. Abdullah Syafi'ie menyetujui dibentuknya yayasan baru sebagai Pembina UIA. Ketua Dewan Presidium, Dra. H. Tutty Alawiyah AS. selanjutnya mencari orang-orang sesuai dengan kriteria yang ditentukan oleh K.H. Abdullah Syafi'ie. Barulah pada tahun 1984 didirikan yayasan baru dengan nama Yayasan Perguruan Tinggi As-Syafi'iyah (YAPTA).
Adapun susunan organisasi dan pengurusnya adalah sebagai berikut: Badan Pendiri : 1. K.H Abdullah Syafie 2. H. Alamsyah Ratu Perwinegara 3. Dra. H. Tutty Alawiyah AS 4. H. Abdul Hakim AS
Badan Pengurus: Ketua : K.H. Abdullah Syafi'ie
     H. Alamsyah Ratu Perwiranegara 
          Dra. H. Tutty Alawiyah AS
Sekretaris : Drs. Hasan Basri Darmawidjaya, SH Wakil Sekretaris : Dr. Sri Edi Swasono Bendahara : H. Abdul Aziz Marzuki Wakil Bendahara : H. Abdul Hakim AS Anggota : Dr. H. Husein Kartasasmita, SH
     Prof. Emil Salim
          Ir. Ahmad Kalla
          H. Eddi M. Nalaparaya
          H. Sugiri
          H. A. Chotib Naseh
Setelah pendirian YAPTA, Pimpinan Universitas dan Pimpinan Fakultas juga mengalami perubahan. Perubahan tersebut dilaksanakan semata-mata dengan pertimbangan realistik saja, yaitu yang tidak punya waktu, diganti oleh yang lebih bersedia. Sehingga sampai tahun 1985 dilakukan perubahan Pimpinan UIA
Rektor : Drs. Nurulhuda Sekretaris Universitas : Dra. H. Tutty Alawiyah AS Pembantu Rektor I : Dr. Ir. A. Amin Aziz Pembantu Rektor II : Utomo Danunjaya Pembantu Rektor III : Jimly Asshiddiqie, SH Kepala Sekretaris : M. Amin Soebianto, SH

Periode RIP 1983 - 1988 telah berakhir. Prestasi dari periode ini antara lain memperoleh legalitas Status Terdaftar bagi lima Fakultas. Kemudian UIA telah memasuki jajaran dan pergaulan antar Perguruan Tinggi.Pada bulan Januari 1988, YAPTA mengangkat dan melantik Marsekal Madya TNI (Purn) H. Abdulrachim Alamsyah, sebagai Rektor UIA, untuk periode 1988 - 1993. Periode ini juga merupakan periode RIP II 1988/89 -1993/94.
Dalam pelantikan dan sekaligus sidang pertama, Senat UIA menetapkan memilih kembali Marsdya TNI (Purn) H. Abdulrachim Alamsyah sebagai Rektor UIA untuk masa jabatan kedua, yaitu pada periode 1993-1998. Namun, pada tanggal 15 Desember 1992, H. Abdulrachim Alamsyah meninggal dunia. Untuk menghindari kekosongan jabatan, YAPTA mengangkat Dra. H. Tutty Alawiyah AS sebagai Pejabat Sementara Rektor.
Selanjutnya pada 16 Februari 1993, YAPTA menetapkan Susunan Personalia Pengurus yang baru, periode 1993-1998, sekaligus membubarkan masa bakti pengurus lama. Dalam personalia pengurus baru ini terdapat banyak nama-nama baru yang diharapkan dapat menyegarkan mekanisme organisasi Yayasan. Adapun susunan personalia pengurus YAPTA selengkapnya adalah sebagai berikut :
Struktur Organisasi Dan Personalia: Ketua : H. Alamsjah Ratu Perwiranegara Wakil Ketua : Prof. Dr. H. Emil Salim Wakil Ketua : Dra. H. Tutty Alawiyah AS Wakil Ketua : Dr. Ir. H. Tabrani Ismail Wakil Ketua : Dr. Ing. Wardiman Djojonegoro Sekretaris : Utomo Danunjaya Wakil Sekretaris : Dr. Jimly Asshiddiqie, SH. MA Bendahara : H. Abdul Azis Marzuki Wakil Bendahara : Ir. H. Hery Yusuf Utama Alamsyah M. Arch Anggota : Letjend TNI (Purn) H. Achmad Tirtosudiro
     Marsekal TNI (Purn) H. Ashadi Tjahyadi
          Prof. K.H. Ali Yafie 
          Marsdya TNI (Purn) H. Sugiri
          Drs. H. Fahmi Idris
          Dra. Hj. Dewi Motik Pramono
          Ir. H. Ahmad Kalla
          H. Abdul Hakim AS
          H. Achmad Chatib Naseech
          Drs. H. Zainul Bahar Noor
          H. Abdul Rahman Saleh, SH. CN
          H. Soetjipto Wirosardjono, MSC. (ex officio) 
Pada tanggal 12 April 1993 YAPTA melantik dan mengambil sumpah H. Soetjipto Wirosardjono, M.Sc. sebagai Rektor UIA dengan masa jabatan 1993-1997. Dan mulai tanggal 8 Agustus 1994 Ketua Yayasan Perguruan Tinggi As-Syafi'iyah telah menunjuk Dra. H. Tutty Alawiyah AS sebagai Ketua Harian YAPTA.
Selanjutnya pada hari Rabu 5 Maret 1997 YAPTA melantik dan mengambil sumpah H. Tutty Alawiyah AS sebagai Rektor UIA untuk masa bakti 1997 - 2001. Dan kemudian terpilih kembali untuk masa bakti 2001 – 2005

Kebangkitan Nasional Indonesia Tahun 1905


Kebangkitan Nasional adalah masa dimana bangkitnya rasa dan semangat persatuan, kesatuan, dan nasionalisme serta kesadaran untuk memperjuangkan kemerdekaan republik indonesia, yang sebelumnya tidak pernah muncul selama penjajahan belanda dan jepang.

Tokoh-tokoh Polopori Kebangkitan Nasional

  •  Sutomo
  • Ir. Soekarno
  • Dr. Tjipto Mangunkusumo
  • Raden Mas Soewardi Soerjaningrat (EYD: Suwardi Suryaningrat, sejak 1922 menjadi Ki Hajar Dewantara)
  • dr. Douwes Dekker
  • dll
Masa kebangkitan nasional ditandai dengan dua peristiwa penting yaitu berdirinya Boedi Oetomo (20 Mei 1908) dan ikrar Sumpah Pemuda (28 Oktober 1928). Masa ini merupakan salah satu dampak politik etis yang mulai diperjuangkan sejak masa Multatuli.
Pada 1912 berdiri Partai Politik pertama Indische Partij. Pada tahun ini juga Haji Samanhudi mendirikan Sarekat Dagang Islam (Solo), KH Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah (Yogyakarta) dan Dwijo Sewoyo dan kawan-kawan mendirikan Asuransi Jiwa Bersama Boemi Poetra di Magelang.
Suwardi Suryaningrat yang tergabung dalam Komite Boemi Poetera, menulis Als ik eens Nederlander was (Seandainya aku orang Belanda), 20 Juli 1913 yang memprotes keras rencana pemerintah Hindia Belanda merayakan 100 tahun kemerdekaan Belanda di Hindia Belanda. Karena tulisan inilah dr. Tjipto Mangunkusumo dan Suwardi Suryaningrat dihukum dan diasingkan ke Banda dan Bangka, tetapi karena “boleh memilih”, keduanya dibuang ke Negeri Belanda.
Di Belanda Suwardi justru belajar ilmu pendidikan dan dr. Tjipto karena sakit dipulangkan ke Hindia Belanda. Saat ini, Tanggal berdirinya Boedi Oetomo, 20 Mei, dijadikan sebagai Hari Kebangkitan Nasional.
Kebangkitan pergerakan nasional Indonesia bukan berawal dari berdirinya Boedi Oetomo, tapi diawalai dengan berdirinya Sarekat Dagang Islam pada tahun 1905 di Pasar Laweyan, Solo. Sarekat ini awalnya berdiri untuk menandingi dominasi pedagang Cina pada waktu itu. Kemudian berkembang menjadi organisasi pergerakan sehingga pada tahun 1906 berubah nama menjadi Sarekat Islam.